Minggu, 02 Februari 2014

Terima Kasih Babe "Om"

Setidaknya, lima tahun sudah saya mengenal bapak tua satu ini (maaf sengaja no picture - secret hihhii). Saya memanggilnya "om". Tapi, orang-orang sekitarnya memanggil dia "babe". 
Secara fisik, si om ini keturunan Tionghoa. Tepatnya, dari Padang, Sumatera Barat. Secara karir, ia pensiunan pejabat penting di sebuah perusahaan farmasi berjejaring global. Namun, berkenalan lima tahun, tak pernah ia menyebut-nyebut jabatan persisnya. Saya justru tahu dari berkas-berkas yang terselip di tumpukan barang-barang unik di kiosnya, di bilangan Mayestik, Jakarta Selatan.
Ia lebih suka berbagi kisah bagaimana menjaga kesehatan dengan tips-tips sederhana. Banyak minum air putih, banyakin buah, senam ringan pagi usai bangun tidur, dan olahraga ringan (yaelah, itu juga saya tahu, om hehehee..anyway, thanks a lot)

Si om ini bertahun-tahun menjalankan bisnis di kios barang-barang antik (versinya dia). Koleksi yang ia punya selama tugas ke berbagai daerah dan negara. Bener-bener banyak dan aneh-aneh. Dan, sebagian "diwariskan" ke saya. (tentu tidak gratis. jlebh)
Namun, dengan berat hati, saya harus melepas "kepergiannya". Kiosnya tutup untuk selama-lamanya. Si om, sih, tetap sehat di usianya. "Sewanya ketinggian," bisiknya suatu ketika. Ia resmi tutup akhir Januari 2014. 

Namun, ini awal ceritanya...

Sebenarnya, bisnis kecil bernilai besar itu hanya sarana. Ya, sarana si om untuk gaul. Sungguh, bener-bener gaul dengan para pedagang barang-barang seken, antik, lama yang -mungkin pernah anda lihat di seberang Pasar Rumput. Kios lamanya digusur bersama kios-kios lain untuk digantikan bangunan ruko atau entahlah, masih dikerjain, tuh.
Setiap hari, biasanya si om datang jam 11.00, kerjaannya buka toko, trus ditinggal main catur dengan para pedagang lapak. Kadang serius, kadang cekakak-cekikik, kadang terbahak-bahak. "Di rumah aja ngapain, kan?" kata dia. 

Yang saya salut, si om ini satu-satunya kaum Tionghoa di antara "lautan" pedagang dari berbagai suku. Ia tak canggung. Santai saja. Dan, orang-orang di sekitarnya hormat padanya. Gelar "babe" setidaknya saya pahami sebagai wujud kedekatan sekaligus hormat. Tapi, tetap saja saya panggil dia, om. (padahal, umurnya hampir dua kali lipat saya)

Dari sesama pedagang pula saya tahu kisah si om nyentrik ini. "Babe suka bagi-bagi rejeki ke kita-kita," kata salah satu pedagang. "Kita-kita" yang dimaksud, ya, sesama pedagang maupun orang-orang yang suka nongkrong di situ, termasuk pengemis! (bingung saya. ini sesama pedagang malah bagi-bagi rejeki. piye tho?)
Tapi, itulah adanya. Bahkan, kalau pas lebaran atau natal (si om itu nasrani), si om bagi-bagi kue atau makanan ringan juga. Bahkan lagi, saya pernah lihat sendiri dia bagi-bagi "angpao". Tapi, tak pernah sekalipun ia sesumbar soal itu. Terkunci rapat. Salute!!

Seperti om bilang sendiri, ia sebenarnya mencari teman dalam bisnisnya itu, meskipun mencari cuan (untung) juga. Secara materi, sebenarnya lebih dari cukup. Dua anaknya sudah mandiri, salah satunya bekerja di salah organisasi PBB yang bermarkas di Indonesia. Si om pun tinggal di perumahan kelas premium, bahkan mungkin pertamax atau malah v-power (halah).

Kini, "bisnisnya" mungkin memang sudah berakhir. Tapi, tidak aktivitasnya. Ia tetap saja rutin mendatangi koleganya untuk bermain catur dan hahahihi....
Sebelum akhirnya menutup kiosnya, ia sempat mengobral barang-barang uniknya. Bahkan, sebagian dibagi-bagikan ke pedagang lain yang ia tahu bermodal cekak. Saya kenal betul apa yang ada di kios-kiosnya yang lalu tercerai-berai ke lapak-lapak sederhana. 
Sekali lagi, mungkin saja kami tak berbisnis dan bersua serutin dulu. Tapi, si om adalah "guru" sekaligus "model" saya. Ia guru yang mengajar kerendahatian dan melihat sesama sebagai sesama. Tak ada sekat yang membatasi pergaulan. Jadilah berkat atau barokah bagi sesama juga. Berbisnislah dengan hati, bukan hanya otak dan demi cuan semata.
Si om adalah model, betapa perbedaan bukanlah batas, bukan pemisah. Betapa rukunnya kelompok masyarakat bila perbedaan yang ada tidak dijadikan pembeda. Alami saja.  

Terima kasih, om, babe....        
    

Tidak ada komentar: